Oleh: KH Rakhmad Zailani Kiki
Pengasuh Pesantren Taqrib.com
Sebagian besar bagi para pemula yang kesulitan membaca kitab kuning bukan karena mereka belum menguasai ilmu nahwu, sharaf atau `irabnya. Karena kemungkinan mereka sudah sedikit banyak atau pas-pasan menguasai ketiga ilmu tersebut sebagai modal awal baca kitab kuning.
Namun ketika mereka dihadapkan dengan kitab kuning, seperti kitab Syarah Fathul Qarib, mereka kebingungan untuk mulai membacanya. Seperti: bacanya harus dimulai dari mana yah dan berakhir di mana?
Dari pengalaman saya mengajarkan kitab kuning, maka untuk memudahkan kita yang sudah punya modal ilmu nahwu, sharaf dan i`rab yang cukup atau pas-pasan buat baca kitab kuning, gunakan tiga langkah mudah ini:
Pertama, pilih kitab kuning yang memang sesuai dengan modal ilmu nahwu, sharaf dan `irab yang sedang kita miliki. Kalau kita belum menguasai ilmu balaghah, bayan, ma`ani dan bade`, maka jangan baca kitab kuning yang isinya sarat dengan ilmu-ilmu tersebut.
Kedua, tentukan satu kalimat dan ketahuilah letak kata yang menjadi awal kalimat dan letak kata yang menjadi akhir kalimat tersebut! Di lembaran kitab kuning yang tidak ada harakatnya, tidak ada titik, titik koma, titik dua atau tanda syiddah/tasydiid, maka kita harus tentukan satu kalimat untuk kita baca, terjemahkan dan meng`irabkannya. Di kalimat itu harus kita ketahui letak kata yang menjadi awal kalimat dan letak kata yang menjadi akhir kalimat tersebut. Jika kita belum mengetahui awal kata dan akhir kata dari kalimat tersebut, maka jangan dulu membacanya karena bisa membuat rancu dalam mengi`rab. Karena meng`irab itu untuk satu kalimat, bukan untuk satu paragraf atau juga bukan untuk satu lembaran kitab kuning. Kita harus bertanya kepada teman yang sudah mengetahui cara menentukan awal kata dan akhir kata dari sebuah kalimat di kitab kuning atau bertanya langsung ke guru kita. Malu bertanya, sesat di`irab!
Ketiga, tentukan apakah kalimat yang kita baca merupakan jumlah ismiyah atau jumlah fi`liyah? Dengan menentukan secara tepat sebuah kalimat merupakan jumlah ismiyah atau jumlah fi`liyah, maka kita dapat menentukan minimal dua status, yaitu status subyek dan status predikat dari kalimat tersebut. Jika kalimat tersebut adalah jumlah ismiyah, maka subyeknya disebut mubtada dan predikatnya disebut dengan khabar. Dan jika kalimat tersebut adalah jumlah fi`liyah, maka subyeknya disebut dengan fa`il atau naibul fa`il dan predikatnya disebut dengan fi`il.
Selamat mencoba baca kitab kuning!